Kasus suap Wali Kota Cimahi nonaktif, Ajay Muhammad Priatna, kini sedang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Bandung dengan menghadirkan Sekda Pemkot Cimahi, Dikdik Suratno Nugrahawan.
Ketika bersaksi, Dikdik menyebut Wali Kota Cimahi, Ajay sempat dimintai uang senilai Rp 1 miliar oleh seseorang yang mengaku dari KPK sebelum OTT pada 27 November 2020. Dikdik juga menyatakan, permintaan itu kemudian disampaikan Ajay kepadanya dan para SKPD.
Ketika jaksa KPK membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Dikdik. Berdasarkan BAP, Dikdik menyebut permintaan uang itu untuk meredam orang KPK agar tak melakukan OTT terhadap Wali Kota Cimahi ini.
Ketika Ajay menginformasikan permintaan uang itu, Dikdik mengaku sempat keberatan. “Pak Wali Kota diminta sejumlah uang oleh orang KPK, Beliau mengatakan Rp 1 miliar. Saya bilang ‘aduh mahal banget, kita uang dari mana’,” ujar Dikdik dalam sidang pada Senin (19/4/2021).
Dikdik juga menyebut para SKPD kemudian mengumpulkan uang secara sukarela untuk menindaklanjuti permintaan ‘orang KPK’ tersebut. Uang iuran dari para SKPD kemudian dikumpulkan di Asisten Ekonomi Pembangunan Kantor Wali Kota Cimahi, Ahmad Nuryana.
Ajay yang duduk sebagai terdakwa mengkonfirmasi kesaksian Dikdik. Ajay menyebut ‘orang KPK’ yang memerasnya bernama Roni. Ketika bertemu, kata Ajay, orang tersebut sempat menunjukkan identitas diri. Dia tak menyebut secara rinci waktu dan lokasi pertemuan.
“(Namanya) Roni. Datang ke tempat saya mengaku orang KPK dengan segala identitasnya,” ujar Ajay.
Ajay kemudian menyatakan sempat terjadi negosiasi mengenai nominal uang yang diminta. Berbeda dengan Dikdik yang menyebut Rp 1 miliar, Ajay menyatakan ‘orang KPK’ pada awalnya meminta Rp 500 juta. Namun ia hanya bisa mengumpulkan Rp 200 juta.
Uang yang dikumpulkan kemudian diserahkan ke Roni melalui karyawan perusahaan milik Ajay bernama Yanti. Sementara usai sidang, jaksa KPK Budi Nugraha menyatakan bakal menggali kebenaran keterangan Dikdik dan Ajay.
Budi juga menyebut apabila keterangan itu benar, seharusnya Ajay sejak awal melapor ke pihak kepolisian atau KPK. Dia pun menegaskan tak ada orang dari KPK yang bernama Roni.
“Pertanyaannya kan jika memang faktanya seperti itu, kenapa yang bersangkutan tidak melaporkan kepada polisi atau kepada kami? Makanya di persidangan kita kejar. Apakah permintaan uang itu akal-akalan terdakwa saja? Toh yang bersangkutan tertangkap juga kan,” jelas Jaksa Budi.
“Tidak ada (yang namanya Roni)” pungkasnya.
Pada kasus ini, Ajay didakwa menerima suap senilai Rp 1,6 miliar terkait proyek pengembangan RSU Kasih Bunda. Suap tersebut berasal dari Direktur Utama PT Mitra Medika Sehati, Hutama Yonathan, yang diberikan secara bertahap. Suap diduga bertujuan agar izin pengembangan proyek RS tak dipersulit.