Luhut Pandjaitan disebut oleh anggota Komisi IX DPR Masinton Pasaribu sebagai pihak yang menyuarakan wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu merupakan sosok yang tidak bertanggungjawab.
Wacana yang digulirkan Luhut Pandjaitan ini telah memicu ribuan mahasiswa berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI hari ini, Senin (11/6),
Padahal menurut, Masinton Pasaribu, Presiden Jokowi secara tegas sudah membantah adanya rencana agenda penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Kata Masinton, Luhut Pandjaitan sebagai pihak yang menyuarakan wacana tersebut justru tidak bertanggung jawab.
“Presiden sebagai pemimpin sudah mengambil alih tindakan keblinger bawahannya yang congkak dan semena-mena kepada rakyat. Pertanyaannya, ke mana menko yang menggalang dukungan palsu 3 periode masa jabatan presiden tersebut? Di mana batang hidung menteri pongah sok merasa paling kuasa itu?” ujarnya, Senin (11/6).
“Kenapa bukan menko tersebut yang menjelaskan kepada publik dan massa aksi yang melakukan penolakan perpanjangan 3 periode masa jabatan presiden,” tambahnya.
Masinton juga mengatakan, gagasan yang menuai kontra publik tersebut didengungkan oleh Luhut Pandjaitan yang tidak memiliki kewenangan di bidang politik. Dia juga menyebut menko tersebut layak mundur dari jabatan karena menyebarkan big data hoaks.
“Harusnya menko tersebut secara ksatria mundur dari seluruh jabatannya. Apalagi telah menyebarkan big data hoaks kepada masyarakat,” tegasnya.
Masinton mengatakan, aksi demonstrasi massa mahasiswa patut dimaknai sebagai kritik dan perlawanan generasi muda terhadap elite yang ingin berkuasa. Hal yang sama terjadi pada era reformasi 1998, di mana masyarakat menuntut pembatasan kekuasaan untuk meraih demokrasi.
“Aksi demonstrasi massa mahasiswa dimaknai sebagai kritik terhadap elite tua yang rakus jabatan dan serakah ingin menguasai sumber daya kekayaan alam Indonesia. Bahkan untuk mencapai tujuan keserakahannya, secara terang-terangan berupaya membajak konstitusi dan menenggelamkan demokrasi,” ungkapnya.
“Tanpa adanya pembatasan kekuasaan secara demokratis akan melahirkan kesemena-menaan (tiran), berwatak rakus dan serakah (oligarki kapitalis),” pungkasnya.