BPK menemukan ada penyimpangan anggaran bernilai hingga Rp 6 triliun rupiah pada dana anggaran Kementerian Sosial di tahun 2021. Namun, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) memberikan predikat WTP (wajar tanpa pengecualian) kepada Kementerian Sosial.
Meski adanya temuan penyimpangan anggaran di Kemensos, predikat WTP tetap diberikan kepada Kementerian Sosial karena tiga hal. Pertama. karena Kemensos telah memperbaiki laporan keuangan mereka. Selanjutnya, karena BPK sudah memeriksa penyaluran bansos di daerah-daerah. Terakhir, karena bansos juga telah menindaklanjuti temuan-temuan yang diungkap BPK.
“Dari Rp 6 triliun temuan kita (penyimpangan anggaran), sebanyak Rp 5,4 triliun di antaranya sudah diselesaikan Kemensos. Artinya sudah kita uji dan pertanggungjawabannya sudah selesai,” ujar anggota BPK, Achsanul Qosasi usai acara Penyerahan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Kementerian Sosial Tahun 2021 di kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (28/7).
Qosasi juga menjelaskan bahwa temuan Rp 5,4 triliun yang sudah diselesaikan itu sebagian telah dikembalikan ke kas negara. Sementara sebagian lainnya dipertanggungjawabkan penggunaannya bahwa memang sesuai ketentuan.
Sementara sisa temuan sebesar Rp 600 miliar, Kemensos diminta untuk segera menyelesaikan tindak lanjutnya. “Saya tadi sampaikan, dalam 60 hari sudah harus selesai,” ujar Qosasi.
Lantas, apa saja sebenarnya temuan penyimpangan anggaran hingga mencapai Rp 6 triliun yang ditemukan BPK di Kemensos? Qosasi membeberkan bahwa temuan itu berasal dari sejumlah persoalan. Mulai dari ketidak sesuaian data penerima bansos hingga temuan soal PNS dan orang kaya yang ikut menerima dana bantuan sosial.
Sementara itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyebut bahwa temuan Rp 6 triliun tersebut berasal dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan ada yang dari tahun 2004.
“Ada yang kejadiannya tahun 2017, bahkan tahun 2004 juga ada,” ungkap Tri Rismaharini.
Mensos Risma juga mengisyaratkan bahwa ada persoalan penyimpangan dana tersebut masih terkait dengan Mensos terdahulu, Juliari Peter Batubara. Risma tersenyim tipis saat disinggung mengenai hal tersebut.
“Ya, ada (kaitannya),” ungkap Risma, Kamis (28/7).
Risma menjelaskan bahwa dirinya masih menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Oktober 2020 ketika menyalurkan bansos pada awal 2021.
Penggunaan DTKS 2020 dinilai masih rawan terjadi salah sasaran dalam penyaluran bansos lantaran daftar penerima bantuan sosial tersebut belum dicocokkan dengan NKI (Nomor Induk Kependudukan).
“Saya harus bantu membenarkan DTKS Oktober 2020 itu. Perbaikannya baru selesai pada akhir April 2021. Jawabannya gitu saja lah,” pungkas Risma