23 karyawan Alfamart mengaku diberhentikan tanpa pesangon. Hal itu diungkapkan oleh salah satu karyawan di perusahaan retail besar tersebut bernama Angga (31).
Angga mengatakan 23 karyawan Alfamart diminta berhenti oleh perusahaan dengan dalih keputusan secara bersama, bukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Angga mengungkapkan, perusahaan merasa tidak perlu membayarkan hak-hak yang seharusnya diterima pegawai jika di-PHK.
“Awalnya kan terjadi PHK, tapi pihak perusahaan ingin statusnya (pemberhentian kerja) keputusan secara bersama minta di-PHK. Di surat keterangannya keputusan bersama, jadi kami seperti ‘ya saya resign sendiri’ tapi dengan perjanjian bersama. Akhirnya karena kami tidak di-PHK, jadi menerima uang seadanya pas pemutusan kerja itu,” ujar Angga.
Permasalahan ini berawal ketika 23 karyawan Alfamart ini disebut melakukan gratifikasi. Menurut perusahaan, gratifikasi itu terjadi ketika Angga dan pekerja lainnya masih berada di departemen admin, sekitar tahun 2011.
Sedangkan gratifikasi atau pungli yang dimaksud yakni menerima uang dari sopir suplier pengantar barang.
Padahal, kata Angga, ia dan rekannya tidak pernah meminta uang dari para supir supplier. Uang atau tips tersebut diberikan secara sukarela dari supir, dengan nominal Rp 2.000 hingga Rp 5.000.
Mereka juga tidak tahu, tindakan tersebut dikatakan sebagai pungli karena merasa tidak pernah meminta uang kepada sopir.
“Biasa sopir-sopir bongkar muat suka kasih tips ke yang cek barang. Karena (memberi tips) itu sudah berjalan lama, kok ini biasa aja. Enggak ada teguran dari atasan atau apa-apa, jadi seperti budaya. Kami pun nggak meminta dari mereka (sopir), mungkin sudah terbiasa dari gudang lain jadinya begitu,” jelas Angga.
Hal yang sama juga diakui oleh karyawan lain bernama Iwan, yang tidak mengira itu disebut pungli oleh perusahaan.
“Jadi setiap selesai bongkar mereka kasih tanda terima kasih, Rp 1.000, Rp 2.000 untuk beli es. Itu dipermasalahkan, katanya kami dianggap melakukan pungli oleh perusahaan. Tapi kenyataannya kan enggak, kami enggak minta, mereka kasih secara sukarela,” ujar Iwan.
Akibatnya Angga, Iwan dan rekannya mendapat panggilan dari pihak manajemen perusahaan.
“Pada tanggal 23-24 Agustus 2022, para pekerja yang dianggap telah melakukan kesalahan mendesak, telah dipanggil oleh Tim Loss Prevention (LP),” kata Siti selaku perwakilan Serikat Buruh Bangkit (SBB) yang membantu penanganan kasus ini.
Tim LP menyatakan, hasil pemeriksaan terhadap 23 karyawan Alfamart ini, tidak ada unsur pungli maupun hal-hal yang merugikan perusahaan.
Namun, pada 31 Agustus 2022, merujuk hasil pemeriksaan Tim LP tersebut, Manager Gudang mengeluarkan surat peringatan untuk 23 karyawan tersebut.
Surat tersebut berlaku sejak 31 Agustus 2022-28 Februari 2023.
Dengan adanya SP, pekerja juga telah mengalami pembinaan dengan dipindahkannya mereka ke bagian-bagian yang tidak berhubungan dengan uang tips.
Kemudian, pada 22 November 2022, para pekerja tersebut dikumpulkan di dalam satu ruangan oleh HRD. Mereka diberitahu tentang adanya surat peringatan (SP) yang sempat terbit dan kemudian ditarik kembali.
Setelah itu masing-masing pekerja dipanggil satu persatu di ruangan berbeda dan diminta menandatangani tanda terima surat PHK serta perjanjian bersama.
Para pekerja yang rata-rata telah bekerja 10 tahun lebih diberikan uang berkisar Rp 5 juta-Rp 10 juta.
Angga yang sudah bekerja selama 11 tahun diberi uang sebesar Rp 10 juta dan Iwan menerima uang Rp 7 juta.
Menurut manajemen, kesalahan mendesak yakni pekerja dianggap melakukan pungli untuk memperkaya diri, dengan adanya uang tips untuk pembongkaran barang-barang kontainer dari suplier.
“Para pekerja merasa berada dalam tekanan dan ketidaktahuan, ketika pihak manajemen mengharuskan bahwa pekerja harus menandatangani kedua dokumen tersebut,” kata Siti.
Sementara, pihak perusahaan membenarkan bahwa ada pemutusan hubungan kerja dengan 23 karyawan Alfamart di Balaraja, Tangerang.
“Iya betul (pemberhentian), diproses ya, bahwa 23 karyawan tersebut telah melakukan tindakan pelanggaran yang diatur dalam peraturan perusahaan yang diperkuat dengan adanya keterangan saksi,” ujar Corporate Affairs Director, Solihin, Rabu (5/7/2023).
Namun, perusahaan menyanggah soal dugaan pemaksaan yang disebut sebelumnya.
“Haknya dia lah menyatakan (pemaksaan) itu. Enggak ada perusahaan sebesar kami melakukan pendekatan kepada segelintir karyawan untuk pemberhentian, enggak ada itu. Karyawan kami ratusan ribu, kita enggak sampai berpikir seperti itu,” ujarnya.
Menurut Solihin, pemutusan hubungan kerja dilakukan atas kesepakatan bersama dengan karyawan yang bersangkutan.
“Karyawan telah sepakat dengan perusahaan untuk melakukan PHK dan mendapat hak akibat PHK sesuai nilai yang telah disepakati dan dituangkan dalam perjanjian PHK,” ujarnya.
Penyebab pemberhentian ini, kata dia, karena 23 karyawan tersebut melanggar aturan dasar yang fatal, yakni diduga meminta uang kepada supplier saat bongkar muat barang.
“23 karyawan melakukan pelanggaran yang paling dasar di perusahaan, yaitu melakukan katakanlah permintaan uang kepada supplier dan itu sudah dilakukan komunikasi dan ada pernyataan atas hal tersebut,” kata Solihin.
Solihin berkata, soal pungli ini baru diketahui sekitar bulan Agustus 2022, saat pihak perusahaan mendapat aduan atau komplain soal pungutan tersebut.
“Perusahaan dikomplain oleh orang yang merasa keberatan dimintain (pungutan) seperti itu. Ada aduan. Terus kita diam aja? Dibilang ‘pak begini, kok saya dimintain duit?’ Masa perusahaan diam saja,” ujar Solihin.
Berdasarkan laporan yang dia terima, dalam sehari, satu orang bisa menerima pungutan hingga Rp 70.000.
Solihin menegaskan, tidak ada pembenaran bagi karyawan yang bersangkutan menerima “uang masuk” tersebut.
“Kalau ada orang tanya ‘Pak saya nggak minta saya dikasih’. No, kan dia sudah digaji di perusahaan ini,” ujarnya.
Pihak perusahaan juga khawatir tindakan tersebut akan memengaruhi pendistribusian barang dari supplier.
“Jadi ada komplain atas adanya pungutan biaya bongkar itu, kita dikomplain, nanti besok-besok supplier nggak mau ngirim barang ke kami karena diminta seperti itu. Kami mau dagang apa nanti kalau tetap bertindak seperti itu?” ujarnya.
Di sisi lain, saat ini Angga beserta 22 rekannya sedang berupaya mendapatkan hak-hak yang semestinya diterima lantaran pemutusan hubungan kerja ini.
Kini, baik ke 23 karyawan maupun pihak perusahaan tengah menunggu hasil sidang mediasi Dinas Ketenagakerjaan Tangerang.
“Terakhir 9 Mei perusahaan sudah memenuhi panggilan melalui sidang mediasi Disnaker dan sudah menyiapkan secara detail kronologinya atas perselisihan tersebut melalui mediator. Selanjutnya perusahaan menunggu anjuran yang akan dikeluarkan mediator atas mediasi tersebut. Kami masih menunggu saja,” ujar Solihin dikutip dari kompas.com.