Pasangan Anies dan Cak Imin merupakan sosok yang lahir dari dua tokoh besar yang cukup dikenal di republik ini. Anies Baswedan merupakan cucu dari pejuang kemerdekaan RI sedangkan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin adalah cucu dari ulama besar pendiri NU.
Dua tokoh besar yang berada dibalik nama Anies dan Cak Imin memberikan sinyal bahwa dua tokoh ini memiliki darah kepemimpinan dari leluhurnya.
Hal itu terungkap pada saat deklarasi bakal capres-cawapres Anies dan Cak Imin yang digelar di Hotel Majapahit Surabaya pada Sabtu, 2 September 2023.
Dilansir tempo.co, agenda tersebut dihadiri puluhan kiai dan ulama Nahdlatul Ulama (NU) Surabaya. Hal itu disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid.
Menurut dia, ada 50 kiai dan 20 ning yang akan hadir dari seluruh Indonesia. “Dari Situbondo, Pondok Lirboyo,Kediri, ada juga dari Jawa Tengah,” ujar Jazilul di Hotel Majapahit Surabaya.
“Secara kebetulan orang tua-orang tua kami berasal dari surabaya. Tadi cerita Gus Imin, Kiai Bisri Syansuri di sini. Kakek saya Abdurrahman Baswedan lahirnya di sini (Surabaya), di Ampel. Dan kawasan ini dulu adalah kawasan mereka, tempat tinggal,” ujar Anies, saat deklarasi itu.
Kemudian Cak Imin mengatakan, “Mas Anies juga cucu dari pejuang kemerdekaan bangsa kita, Pak Ar Baswedan, yang berkomitmen membela bangsa negara. Terus berjuang memerintahkan sengitnya untuk tidak pernah lelah mencintai serta memajukan bangsa Indonesia. Sama seperti saya, saya cucu cicit Almukarrom Bisri Syansuri, yang juga berjuang untuk kemerdekaan bahkan menjadi Kepala Staf Markas Ulama di Surabaya ini untuk menjadi posko pengusiran para penjajah,” ujarnya, dikutip dari tempo.co.
Setelah ditelusuri, Abdurrahman Baswedan merupakan kakek Anies yang pernah membawa misi diplomatik ke Mesir untuk pengakuan kemerdekaan Indonesia, telah dianugrahi sebagai pahlawan nasional pada 2018 silam oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Sementara itu, KH Bisri Syansuri yang merupakan kakek Cak Imin adalah seorang ulama besar yang termasuk pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan telah didaulat sebagai pahlawan santri pada 2017 lalu.
Berikut adalah profil keduanya dikutip dari tempo.co.
Abdurrahman Baswedan
Abdurrahman Baswedan atau AR Baswedan merupakan salah stau tokoh nasional yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kakek dari capres Anies Baswedan ini telah menginisiasi para pemuda keturunan Arab untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab di Semarang, usai mendirikan Persatoean Arab Indonesia (PAI), yang diinspirasi dari gerakan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Ketika masa revolusi, tokoh kelahiran 9 September 1908 ini telah menyiapkan gerakan pemuda keturunan Arab untuk ikut berperang melawan Belanda. Dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia, AR Baswedan juga pernah ditahan akibat beberapa aksi yang dilakukannya dalam melawan penjajah.
Saat menjelang hari kemerdekaan Indonesia, AR Baswedan juga tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan terlibat aktif bersama para tokoh bangsa lainnya untuk merumuskan UUD 1945. Selain itu, AR Baswedan juga pernah mengemban misi diplomatik ke Mesir untuk mendapatkan pengakuan de jure dan de facto atas kemerdekaan Indonesia. Upayanya berbuah manis, berdasarkan catatan sejarah, Mesir menjadi negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, AR Baswedan juga telah banyak mengambil peran dalam pemerintahan RI. Ia sempat masuk dalam kabinet sebagai Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada kabinet Sjahrir. AR Baswedan juga pernah menjadi bagian dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), Anggota Parlemen, hingga menjadi Anggota Dewan Konstituante.
Atas jasa-jasanya tersebut, melalui Keputusan Presiden Nomor 123/TK/2018, dengan pedoman Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi akhirnya menetapkan AR Baswedan sebagai Pahlawan Nasional.
KH Bisri Syansuri
KH Bisri Syansuri merupakan seorang Kiai pendiri NU yang dinilai banyak menyelesaikan persoalan melalui pendekatan fiqih murni. Dilansir dari laman Nu.or.id, tokoh yang lahir pada Rabu, 8 September 1886 merupakan murid dari KH Abd Salam. Sekitar usia 15 tahun, beliau seringkali belajar tentang agama di luar daerah kelahirannya pada bulan ramadhan.
Berdasakan laman nu.or.id, KH Bisri Syansuri pernah berguru dengan Syaikhona Kholil Bangkalan dan Hadratussyekh KH Hasyim Asyar’i di Tebuireng. Melalui perjalanan belajarnya bersama para ulama besar ini, beliau bertemu dengan Abdul Wahab Chasbullah yang kemudian menjadi kakak ipar sekaligus kawan dekatnya hingga akhir hayat.
Menurut Gus Dur yang mengutip perkataan Kiai Syukri Ghozali, mereka adalah generasi terbaik yang langsung dididik oleh Kiai Haji Hasyim Asy’ari.
Setelah belajar selama 6 tahun di pesantren Tebuireng, Pada kisaran 1912-1913 KH Bisri melanjutkan pendidikan ke Mekah bersama sahabatnya Abdul Wahab Chasbullah. Sepulangnya dari Mekah, KH Bisri membuat percobaan dengan mendirikan kelas untuk santri perempuan pada 1919.
Menurut Gus Dur, langkah Kiai Bisri tersebut terbilang aneh di mata ulama pesantren, namun itu tidak luput dari pengamatan gurunya yaitu Kiai Hasyim Asy’ari yang datang di kemudian hari melihat langsung perkembangan kelas perempuan tersebut.
Setelah sahabat dekatnya wafat, KH Bisri Syansuri kemudian mengambil alih tonggak kepemimpinan NU. Setelah Kiai Abdul Wahab Chasbullah wafat, Rais Aam NU berada di pundak KH Bisri Syansuri pada tahun 1972