Surat sumbangan yang ditandatangani Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi kini makin disorot berbagai pihak, menuai kritik sana-sini, apalagi surat tersebut beredarnya di saat angka penyebaran COVID-19 di Sumatera Barat kian tak terkendali.
Desakan agar kasus surat sumbangan tersebut diungkap kini bermunculan. Surat yang ditandatangani Mahyeldi itu bertujuan meminta sumbangan untuk menerbitkan buku. Beberapa pihak mengkritik dan meminta aparat terkait untuk turun tangan.
Anggota Komisi III DPR F-Partai Demokrat Didik Mukrianto menilai surat sumbangan itu sebagai pungutan ilegal atau pungli. Dia kemudian menjabarkan apa saja yang dapat berpotensi menjadi pungli.
“Pungli ini termasuk dalam kategori kejahatan jabatan. Termasuk dalam konsep kejahatan jabatan, termasuk di dalamnya adalah tindakan pejabat demi menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” jelasnya.
Didik juga menceritakan istilah pungli dari kacamata birokrasi atau pemerintahan. Melalui bahasa atau istilah, praktik pungli dilancarkan untuk mengumpulkan uang secara ilegal.
“Dalam perspektif birokrasi, pungli bisa terjadi dalam beberapa istilah yang dikenal di antaranya susu ibu (sumbangan sukarela iuran bulanan), susu tekan (sumbangan sukarela tanpa tekanan). Bentuk-bentuk pungli ini menunjukkan adanya praktik pungli secara terstruktur dan melembaga. Istilah pelesetan (akronim) susu ibu-susu tekan tersebut biasanya dieufemiskan oleh petugas pungutnya ketika melakukan penagihan/pengumpulan uang,” katanya.
Maka, dengan munculnya surat sumbangan yang bertanda tangan Gubernur Sumbar Mahyeldi, Didik meminta Mendagri Tito Karnavian dan aparat untuk membongkarnya. Diharapkan, dari proses turun tangannya aparat, kejadian ini dapat diperoleh kejelasan.
“Atas dalih apa pun, mengingat karena kejadian tersebut sangat potensial terjadinya abuse of power, korupsi, dan juga pungli, yang bukan hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance, tapi juga berpotensi melanggar hukum, maka Menteri Dalam Negeri dan aparat penegak hukum harus segera turun tangan untuk membuat terang kejadian tersebut baik dalam perspektif birokrasi dan hukum,” katanya.
Sementara, Partai NasDem mengingatkan adanya potensi pidana jika uang sumbangan tersebut disalahgunakan untuk memperkaya pihak tertentu.
“Saya pikir gini, sepanjang itu tadi, bahwa surat itu sah dikeluarkan pejabat berwenang, tujuannya jelas, dan kemudian sifatnya tidak memaksa, tidak mengikat, dan bukan untuk memperkaya dirinya, kalau kemudian unsur tidak memperkaya diri, berarti harus ada rekening yang ditunjuk,” ujar Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali, Sabtu (21/8/2021).
“Karena nanti umpamanya uang itu uang sumbangan itu digunakan oleh oknum untuk memperkaya dirinya, ya bisa jadi pidana. Jadi tidak memenuhi unsur itu lagi, jadi dia sudah menyalahgunakan,” imbuhnya.
Potensi surat sumbangan disalahgunakan untuk memperkaya diri bisa muncul dari keteledoran Gubernur Sumbar Mahyeldi. Ahmad Ali mewanti-wanti soal potensi ini.
“Potensi penyalahgunaan itu muncul akibat keteledoran daripada Gubernur memberikan kepercayaan karena surat tersebut kemudian disalahgunakan dan memperkaya diri, muncul potensinya di situ,” pungkasnya.