Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberi sinyal akan mematuhi revisi UU Pilkada yang kini tengah dilakukan DPR RI.
Anggota KPU RI Idham Kholik mengatakan, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota harus melaksanakan prinsip berkepastian hukum dalam pelaksanaan pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pada 27-29 Agustus 2024.
Saat ditanya KPU berpatokan dengan putusan MK atau Revisi UU Pilkada oleh DPR, Idham menyebut, kewajiban KPU yaitu melakukan konsultasi kepada pembentuk UU (DPR dan pemerintah) apabila KPU akan mengubah peraturan KPU (PKPU).
Hal ini disebut Idham termaktub dalam Putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016. “Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, DPR diberikan kewenangan konstitusional membuat undang-undang,” ujar Idham, Kamis (22/8/2024).
Idham juga menyatakan putusan MK nantinya ditindaklanjuti berupa perubahan undang-undang.
“Tindak lanjut putusan MK berdasarkan Pasal 10 ayat (1) huruf d UU Nomor 12 Tahun 2011 adalah dalam bentuk perubahan undang-undang,” kata Idham.
Namun, Idham tak menjawab tegas soal parpol yang mendaftarkan calon kepala daerah dengan rujukan putusan MK berpotensi ditolak atau tidak.
“Sesuai aturan atau regulasi yang berlaku,” ujar Idham.
Dalam putusan nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan pemaknaan terhadap Pasal 7 Ayat (2) Huruf e UU No 10/2016 yang mengatur syarat usia minimal calon kepala daerah 30 tahun untuk gubernur-wakilnya serta 25 tahun untuk bupati-wakilnya dan wali kota wakilnya.
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan, titik penghitungan usia minimal dilakukan sejak penetapan pasangan calon oleh KPU dan bukan saat pelantikan seperti diputus oleh Mahkamah Agung pada 29 Mei 2024.
Selain itu, Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait dengan ambang batas pencalonan oleh partai politik dimana MK mengatakan bahwa syarat pencalonan kepala daerah tidak lagi menggunakan persentase 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pemilu legislatif.
MK menegaskan syarat pencalonan kepala daerah yang besarannya mengikuti besaran persentase untuk pemenuhan syarat calon perseorangan di pilkada, sesuai dengan rentang daftar pemilih pada tiap-tiap provinsi dan kabupaten/kota.
Tapi putusan ini dilawan DPR. DPR RI bersikukuh menerapkan aturan yang berpihak pada kepentingan Jokowi dan kroninya.