Iklan
Iklan

Kebijakan Jokowi yang Liberal dan Kapitalis Didesak oleh KPA untuk Dihentikan

- Advertisement -
Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai mengarah liberal dan kapitalis menyulut sikap politik tegas dari tiga organisasi masyarakat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Jokowi diminta untuk menghentikan segala arah politik dan kebijakan yang dinilai mengarah pada liberal dan kapitalis. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers sikap politik tiga organisasi ini pada, Jumat (18/8/2023).

“Mendesak pemerintahan Joko Widodo untuk menghentikan arah politik dan kebijakan nasional yang liberal dan kapitalistik,” ujar Deputi II Sekjen Aman bidang Advokasi dan Partisipasi Politik Masyarakat Adat Erasmus Cahyadi.

Ketiga organisasi ini mendesak agar Jokowi mengembalikan kebijakan-kebijakan yang dinilai liberal dan kapitalis pada amanat konstitusi.

“Sehingga keadilan, kedaulatan dan kesejahteraan kembali berpusat pada rakyat,” ujar Erasmus.

Adapun sejumlah kebijakan yang dinilai liberal dan kapitalis adalah kebijakan yang mengorbankan masyarakat adat dan sumber daya alam.

KPA mencatat sepanjang pemerintahan Jokowi dari 2015-2022 ada 2.710 konflik agraria yang terjadi di Indonesia.

“Letusan konflik tersebut didominasi oleh sektor perkebunan yang mencapai 1.023 letusan konflik pada periode yang sama,” kata Erasmus.

Data serupa diungkapkan Walhi yang menyebut 72 persen konflik disebabkan oleh operasional bisnis perusahaan swasta dan 13 persen dari proyek strategis nasional (PSN).

Dampaknya juga terjadi pada masyarakat adat di Indonesia. Data dari AMAN menunjukan sepanjang tahun 2017-2022 terjadi 301 perampasan wilayah adat seluas 8,5 juta hektar.

“Di sisi lain, adanya 214 kebijakan daerah yang mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat belum cukup luas melindungi komunitas adat, sebab pemerintah pusat enggan mengubah mekanisme pengakuan yang sektoral dan berbelit-belit serta berbiaya mahal menjadi praktis, murah dan singkat,” tutur Erasmus.

Sebaliknya, pemberian tanah bagi pengusaha sawit terus meluas. Pemerintah disebut memberikan perluasan sawit hingga 5,6 juta hektar sejak tahun 2016-2022.

Penguasaan tanah pengusaha sawit saat ini seluas 16,8 juta hektar, realita itu bertolak belakang dengan janji Jokowi yang menyebut akan mendistribusikan tanah seluas 9 juta hektar kepada petani untuk reformasi agraria.

“Andai saja janji itu ditepati tentu dapat mengurangi ketimpangan penguasaan tanah (yang disebutkan), sayangnya reformasi agraria ini tidak dijalankan sesuai tujuannya,” pungkas Erasmus.

Trending Topic

Subscribe
Notify of

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Iklan

Iklan

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA