Adanya dugaan mafia tes PCR di balik syarat naik peswat disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB) Rudi S. Kamri. Dia mengkritisi polemik tes PCR sebagai syarat naik pesawat.
Rudi mengatakan, pemerintah perlu mengkaji ulang aturan yang memberatkan masyarakat tersebut. “Aturan ini sangat aneh, yang mana tes PCR dilakukan ketika Covid-19 landai di Indonesia. Harga tes PCR pun memberatkan karena terlalu mahal,” ujar Rudi, Selasa (26/10/2021).
Rudi mengaku heran kenapa masyarakat yang sudah divaksin tetap harus menjalani tes PCR, padahal menggunakan antigen pun sudah cukup. Dia mengatakan, aturan tersebut tak sesuai dengan minimnya klaster Covid-19 di pesawat terbang, berbeda dengan riwayat lainnya.
“Nah, apa manfaatnya PCR yang mahal, saat klaster Covid-19 di pesawat rendah? Jadi, aturan ini penuh kontroversi,” ujarnya.
Dengan demikian, Rudi menduga mafia tes PCR dilatarbelakangi oleh para investor tersebut. Sebab, menurut Rudi, dugaan itu makin kuat ketika aturan ini baru dilakukan setelah Covid-19 makin membaik.
“Saya menduga mafia tes PCR ini dari para investor yang menginvestasi bidang kesehatan besar-besaran dengan tes tersebut,” ungkapnya.
Rudi juga menduga mafia tes PCR sengaja melemparkan isu gelombang ketiga Covid-19 yang akan terjadi. Menurutnya, itu bisa menjadi strategi mereka agar bisa mendapat keuntungan dari masyarakat.
“Aturan ini penuh dengan kecurigaan soal adanya mafia tes PCR. Mereka tega mendapat keuntungan dari masyarakat yang kesulitan ekonominya,” kata Rudi.
Sementara, Aktivis Pro Jokowi (Projo) Panel Barus ikut menyoroti dugaan mafia tes PCR bagi penumpang pesawat. Diua mengatakan, dugaan tersebut terlihat jelas ketika penurunan harga tes PCR bisa diperketat hingga di bawah Rp500 ribu.
“Pada awal covid-19 tes PCR bisa mencapai di atas Rp2 juta bahkan hingga Rp4 juta. Nah, jika Pak Jokowi minta di bawah Rp500 ribu, itu artinya ada disparitas harga yang cukup ekstrem,” ujar Panel.
Panel juga mengatakan dengan temuan itu, masyarakat jelas dirugikan dengan harga tes PCR. Menurut dia, perbedaan itu sangat mencederai rakyat pada masa sulit pandemi covid-19.
“Artinya, berapa duit rakyat yang disedot pada masa pandemi hanya untuk masalah PCR saja? Ini, kan, kasihan rakyat,” tegasnya.
Panel juga mengungkapkan Presiden Jokowi memiliki langkah cepat dalam menanggapi polemik tersebut. Menurut Panel, ketika Presiden Jokowi meminta harga tes PCR diturunkan, artinya dia mengetahui adanya peraturan yang tidak benar untuk rakyat.
“Saya yakin alasan Jokowi menginstruksikan harga PCR bisa di bawah Rp 300 ribu, karena beliau tahu ada yang enggak benar,” pungkasnya.