Leni Haini, merupakan mantan atlet dayung nasional asal Jambi, kini namanya tengah menjadi sorotan publik. Usai ia dikabarkan akan menjual medali-medali emasnya yang didapat dari kejuaraan nasional maupun internasional lantaran terhimpit persoalan ekonomi.
Mantan atlet yang sudah 10 tahun menghilang ini kembali muncul. Ia muncul bukan karena prestasi yang ditoreh kembali, namun nama Leni mencuat lantaran niatnya untuk menjual medali-medali emasnya.
Niat menjual medali emas itu muncul karena karena mantan atlet ini tengah dihadapkan dengan masalah ekonomi. Ditambah lagi, putri bungsunya bernama Habibatul Fasia dari pernikahannya dengan Ikhsan, kini diketahui mengidap penyakit kulit xeroderma.
Meski memiliki rencana tersebut, Leni belum melakukannya. Ibu dari tiga orang ini pun lebih memilih bekerja banting tulang guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan biaya berobat Habibah.
Leni kini membuka bank sampah dan membantu suaminya mengumpulkan sampah di area Danau Sipin. Sejak pagi hari hingga siang, Leni dan enam rekannya menaiki kapal kecil untuk mengumpulkan sampah di area Danau Sipi.
Meski pendapatannya jauh dari kata cukup, Leni terus menekuni profesinya saat ini dan lebih bersyukur. Selain pekerjaan tersebut, Leni juga diketahui membuka tempat mengajar pendidikan sekolah dayung bagi anak-anak kurang mampu di sekitar rumahnya.
Hal ini dilakukan Leni karena ingin membantu anak-anak di kampungnya agar terhindar dari bahaya narkoba. Mengingat, di daerah dia tinggal, yakni Pulau Pandan, Danau Sipin, terkenal sebagai tempat pengguna narkoba di Kota Jambi.
Leni Haini sendiri diketahui merupakan mantan atlet dayung nasional asal Jambi yang memiliki segudang prestasi. Dia berkecimpung di cabang olahraga tersebut saat masih berusia 13 tahun.
Prestasi yang dia torehkan pada 90-an membuat namanya dikenal di dunia olahraga. Tentu saja, pencapaian ini membuat kedua orangtuanya merasa bangga.
Leni pernah mengantarkan tim dayung Indonesia berjaya di ajang SEA Games 1997 dengan sumbangan dua medali emas dan satu perak. Dua tahun berselang di Brunei Darussalam, sumbangannya juga emas dan perak.
Begitu pensiun sebagai atlet, kehidupan Leni berubah drastis. Karena tidak memiliki penghasilan tetap, Leni kemudian coba menawarkan medali emas yang dia miliki. Kemudian masalah ini menjadi perhatian masyarakat dan viral di media sosial.
Mendengar kabar seperti ini, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) langsung bergerak. Melalui Sesmenpora, Gatot S Dewa Broto, komunikasi dengan sejumlah lembaga dilakukan.
Gatot coba berkomunikasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Jambi. Tujuannya agar sebagai wakil pemerintah, mereka bisa berkoordinasi dengan cepat.
Mengambil contoh apa yang pernah dialami oleh mantan atlet angkat besi Indonesia, Sri Winarni yang juga butuh bantuan untuk pengobatan anaknya. Ketika itu BPJS miliknya sempat mati, dan langsung diaktifkan kembali setelah dilakukan koordinasi.
Diakui Gatot, beberapa waktu lalu pemerintah, termasuk Kemenpora telah memberikan bantuan untuk Leni Haini dengan jumlah yang lumayan. Jika saat ini masih membutuhkan biaya, sudah pasti akan tetap diberi tambahan.
“Kami juga tidak boleh abai. Dia atlet pilihan dan pernah memberi medali emas untuk Merah Putih. Kami bagaimana caranya untuk berhubungan dengan dinas terkait dan BPJS, kemudian kalau perlu mendorong donasi dari masyarakat,” tutur Gatot.
Donasi dari masyarakat menurut Gatot merupakan rujukan dari masalah yang sempat menimpa Sri Winarni. Ketika itu banyak yang tergerak memberi bantuan.
Bentuk dukungan dari masyarakat itulah yang menjadi awal kepedulian terhadap nasib mantan atlet Indonesia meningkat.