Tempat prostitusi berkedok Warkop di dekat Kawasan ruko Gempol 9, Pasuruan belum lama ini digerebek jajaran Jatanras Polda Jatim.
Manajemen Gempol 9 mengakui sebelumnya telah melapor ke polisi, ketika ada tempat prostitusi berkedok warkop dan sekaligus menjadi penampungan untuk perdagangan orang.
Dari lokasi tersebut, polisi telah mengamankan tiga orang yang ternyata masih di bawah umur. Mereka dipekerjakan di warkop itu.
Kepala keamanan Gempol 9, Handoko menyampaikan, penggerebekan itu dilakukan atas dasar laporan dari manajemen Gempol 9.
Dia mengaku mendapat informasi dari salah satu keluarga yang anaknya menjadi pekerja di kafe yang digerebek polisi tersebut.
“Mereka sewa kafe hanya untuk tempat penampungan orang-orang, termasuk anak-anak yang akan diperdagangkan,” ujar Handoko, Rabu (16/11/2022).
Menurut informasi, manajemen kafe baru menyewa tempat ke manajemen Gempol 9 satu bulan terakhir.
“Kami juga tidak mengetahui kalau ternyata ada anak di bawah umur di sana. Sebab saat dicek KTP, mereka menyetorkannya,” ujarnya.
Handoko mengatakan, akhir Oktober lalu ada orangtua yang datang dan meminta bantuan ke manajemen.
“Orangtua itu menyampaikan bahwa anaknya yang masih di bawah umur bekerja di warung yang digerebek polisi itu,” ujarnya.
Orangtua anak itu meminta bantuan ke manajemen, karena saat membawa anaknya sendiri malah diminta uang tebusan puluhan juta.
“Akhirnya, kami mendampingi keluarga melapor ke polisi untuk meminta bantuan. Dan akhirnya, anak itu berhasil kami kembalikan ke orangtuanya,” ungkapnya.
Dia tidak menyangka, ternyata selama ini manajemen dikelabuhi oleh pemilik warung kopi itu karena berhasil menyembunyikan kedoknya.
“Ternyata warung kopi ini hanya kedok. Pekerja perempuan di sana biasa diperdagangkan oleh pemilik warung ini,” tegasnya.
Informasi yang didapatkan, pekerja di warung kopi ini biasanya dieksekusi di kawasan Tretes, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.
Mereka rata-rata diperjualbelikan di kisaran harga Rp 700.000 sampai Rp 800.000. Dan kasus human trafficking ini sedang ditangani kepolisian.
Mayoritas para pekerja ini direkrut melalui media sosial. Mereka diiming-imingi gaji bulanan yang cukup besar sekitar Rp 20 juta sampai Rp 35 juta.
“Kami pastikan tidak ada prostitusi di warung kopi yang ada di sini. Kami murni menjual makanan dan minuman,” pungkasnya