Mantan direktur jenderal mineral dan batubara (Dirjen Minerba) Kementrian ESDM Ridwan Djamaluddin dinilai telah merusak program hilirisasi yang digalakkan pemerintahan Presiden Jokowi.
Hal itu disampaikan oleh pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. “Saya kira itu akan merusak programnya jokowi dalam melakukan hilirisasi,” ujar Fahmy, Sabtu (12/8/2023).
Fahmy juga mengatakan, kasus sebelumnya terkait ekspor ilegal itu jelas bertentangan dengan kebijakan hilirisasi pemerintahan Joko Widodo yang melarang ekspor bijih nikel tapi kemudian ada ekspor bijih nikel ilegal dalam jumlah yang besar, ini mempengaruhi.
Selain itu, kasus terbaru yang melibatkan Ridwan Djamaluddin merupakan sebuah permasalahan dalam produksi di sektor nikel.
“Tadi dan saya yakin itu tidak akan di hilirisasi kan di Indonesia, jadi saya menduga ini ada kaitannya antara yang sekarang ini melakukan penambangan bijih nikel secara ilegal dengan ekspor. Ini jelas akan memporak porandakan program jokowi dalam melakukan hilirisasi tadi,” jelasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam keterangan tertulis, Rabu (9/8/2023), menetapkan mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Selain Ridwan, Kejagung menjerat HJ selaku Sub-Koordinator RKAB Kementerian ESDM. Keduanya langsung ditahan.
Akibat perbuatan keduanya, PT Kabaena Kromit Pratama (PT KKP) yang tidak lagi mempunyai deposit nikel di wilayah IUP-nya mendapatkan kuota pertambangan ore nikel (RKAB) tahun 2022 sebanyak 1,5 juta metrik ton, demikian juga beberapa perusahaan lain yang berada di sekitaran Blok Mandiodo.
Sebelumnya penyidik Kejati Sultra telah menetapkan tujuh orang tersangka, salah-satunya adalah SM, Kepala Geologi Kementerian ESDM (Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM).