Iklan
Iklan

Hanya Partai Gerindra Mati-Matian untuk Prabowo, Partai Pengusung Tidak Bekerja

- Advertisement -

Partai Gerindra tengah mati-matian bekerja demi kemenangan Ketua Umumnya Prabowo Subianto. Sementara partai pengusung dan pendukung Capres Prabowo lainnya, bahkan yang di pusat pun tidak bekerja.

Kondisi yang tengah dihadapi Partai Gerindra ini diungkapkan oleh Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Ahmad Humam Hamid dalam program Serambi Spotlight dipandu News Manajer Serambi Indonesia, Bukhari M Ali di Studio Serambinews.com, Selasa (16/1/2024).

“Partai-partai pendukung lain di tingkat nasional pun tidak bekerja itu, semua orang tahu. Di Aceh apalagi,” ujar Prof Humam.

“Yang bekerja untuk capres pak Prabowo itu hanya Partai Gerindra dan juga di sebagian besar nasional,” imbuhnya.

Sementara hal berbeda bagi pendukung Ganjar, PDIP beserta koalisi. Mereka dianggap bekerja keras dan bangga memasukkan nama Ganjar Pranowo dalam setiap aktivitasnya politiknya.

“Yang bekerja untuk PDIP, untuk pak Ganjar, tandem (bersama-sama). soal kalah menang itu nanti, itu jantan namanya,” kata Prof Humam.

Menurut Sosiolog dan Guru Besar USK itu, gejala yang tidak biasa justru terjadi pada pendukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN).

Berdasarkan penilaiannya, ada gerakan spontan, swadaya dan gemuruh bergelombong dalam sebuah gerakan perubahan, baik di tingkat Aceh maupun nasional.

Gerakan volunteerism ini dijelaskannya, berbahaya terhadap kubu lawan, bukan hanya dalam politik bahkan dalam perang sekalipun.

“Bahkan perang sekalipun itu yang paling bahaya adalah volunteerism, kerelawanan,” kata Prof Humam.

Dia mencontohkan, saat Aceh melawan Belanda zaman dulu. Bahkan ada ibu yang marah ketika anaknya pulang dari medan perang tanpa alasan yang jelas.

“Tentu ini tidak sama dengan politik, tapi yang hendak saya katakan adalah, ada arus besar kerelawanan yang sedang tumbuh cepat di Aceh dan nasional, yang unik ini ada pada kubu Anies,” kata Prof Humam.

“Pada PDIP juga ada sedikit tapi tapi tidak sederas Anies. Di mana-mana, di Papua, di Jawa, luar pulau Jawa. Dan itu di Aceh paling kuat,” tambahnya.

Sosiolog dan Guru Besar USK, Prof Humam juga menyoroti sejumlah caleg di Aceh yang tidak memasang foto capres usungan partainya di baliho serta alat peraga kampanye lainnya.

Menurutnya, kenapa harus malu-malu memasang foto capres usungan partainya sendiri.

Sebab semestinya, menjadi kebanggaan sosok capres yang dipilih dikampanyekan secara masif bersamaan dengan alat peraga kampanye milik caleg tersebut.

“Kenapa tidak bangga dengan sang calon presiden. Ini untuk Aceh, kita belum ngomong yang (tempat) lain,” ungkap Prof Humam.

“Kita harus berasumsi mengakui mereka (caleg) ini adalah makhluk politik yang penciuman terhadap perilaku pemilih, sangat tajam,” tambahnya.

Menurut Sosiolog sekaligus Guru Besar USK itu, fenomena ini menunjukkan ada sesuatu yang salah.

Hal ini berkaitan dengan pimpinan partai mereka dalam menentukan capres yang dipilih, sehingga caleg-caleg pun tidak mau memasang foto sosok yang diusung.

Bahkan salah satu partai yang menjadi pengusung capres, para calegnya baik itu untuk DPRA maupun DPR RI, hampir tidak ada yang memasang foto dirinya bersama calon presiden tersebut.

“Yang ada gambar dan saya hormat itu, kepada Fadhlullah caleg DPR RI, Ketua Partai Gerindra Aceh, yang lain mudah-mudahan ada, (tapi) hampir tidak ada,” kata Prof Humam.

Bahkan ia menantikan ketua-ketua partai di Aceh memasang gambar dirinya dengan capres yang diusung dalam alat peraga kampanye yang dipasang di tempat publik.

“Kenapa gak ada gambar, kok malu-malu gitu lho,” ungkap Prof Humam.

Sementara fenomena sebaliknya terjadi pada caleg-caleg partai pengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), mulai dari tingkat DPRK sampai DPR RI.

“Untung tidak ada keuchik,” ungkap Prof Humam sambil tertawa.

“Kemudian NasDem, PKB, Partai Ummat, terakhir PAS partai lokal itu dengan gagah berani dan bangga, kami bagian dari Anies atau AMIN,” imbuhnya.

Menurut Guru Besar USK itu, ada persoalan dasar yakni soal pasar dan komoditi yang laku. Hal ini menurutnya fakta di lapangan yang kemudian diterjemahkan dalam angka elektoral.

“Ini artinya persoalan pasar, ada pasar yang laku, ada komoditi yang laku,” kata Prof Humam.

“Ini peringatan awal, mudah-mudahan setelah kita ngomong ini ada yang berani pasang,” pungkasnya.

Trending Topic

Subscribe
Notify of

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Iklan

Iklan

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA