Iklan
Iklan

Ternyata Mbah Priok Tidak Punya Keturunan, Beliau Wafat Saat Masih Bujangan

- Advertisement -
Dari hasil penyelidikan, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad atau Mbah Priok ternyata tidak mempunyai keturunan. Sementara ahli waris yang mengklaim sebagai keturunan, juga tak memiliki cukup bukti.

“Jadi ada lompatan sejarah dari tahun 1700-an ke era 1900-an,” ujar Jusuf Kalla pada tahun 2010 lalu.

Pada titik itu, kata Jusuf Kalla, ada pihak-pihak yang berusaha membelokkan sejarah kepemilikan tanah di wilayah makam Mbah Priok.

Tujuannya ingin mengambil keuntungan. Itulah sebabnya, Jusuf Kalla meminta pihak berwenang menyelidiki kepemilikan tanah. Dia juga minta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menentukan siapa yang berhak sebagai ahli waris tanah tersebut.

Sementara, ahli waris Habib Hasan mengatakan, Mbah Priok masih bujangan saat wafat. Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa tidak ada keturunan langsung Mbah Priok. Karena itu, dasar hukum terkait siapa yang menjadi ahli warisnya juga harus ada dan jelas.

Saat ini, pihak yang mengklaim sebagai ahli waris Habib Hasan adalah keturunan dari adik kandung Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad, yaitu Zein Bin Muhamad yang memiliki cucu bernama Ali Alaydrus. Ali Alaydrus inilah yang mengaku sebagai ahli waris.

Namun klaim ini terdapat banyak kelemahan. Dalam fakta yang berhasil dikumpulkan bahwa Habib Hasan Al-Hadad dilahirkan di Ulu Palembang, Sumatera Selatan pada tahun 1727.

Pada tahun 1756, dalam usia kurang lebih 29 tahun, ia hijrah ke Pulau Jawa untuk syiar Islam. Namun ia wafat dalam perjalanan. Kemudian jenazahnya dimakamkan di Pondok Dayung.

Pada tahun 1779, pemerintah Belanda menjemput adik kandung Habib Hasan di Palembang, Zein Bin Muhamad untuk memastikan bahwa benar makam yang di Pondok Dayung adalah makam adiknya. Kemudian, Zein Bin Muhamad dalam riwayat keluarga diketahui wafat pada tahun 1947.

Di sini terdapat perbedaan jangka waktu antara Habib Hasan Bin Muhamad Al Hadad yang wafat pada tahun 1756 dan Zein Bin Muhamad Al Hadad yang wafat tahun 1947 yang di dalam risalah dikatakan bersaudara.

Hal ini tentu tidak logis dan penuh tanda tanya tentang kebenaran legenda tersebut. Dan ini perlu ditelusuri Majelis Ulama Indonesia dan para ahli untuk mengetahui kebenarannya.

BACA JUGA: Gagal Buktikan Punya Ilmu Kebal, Pengacara Cicit Mbah Priok Salahkan dr Richard Lee

Sejarah Mbah Priok

Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad atau yang juga dipanggil Mbah Priok, merupakan ulama dari Palembang yang dipercaya sebagai keturunan Nabi Muhammad. Hingga kini, makamnya yang terletak di Koja, Jakarta Utara, selalu ramai dikunjungi peziarah karena ia merupakan sosok yang dihormati sebagai tokoh yang gugur ketika melaksanakan tujuan mulia, yakni dakwah islam ke Pulau Jawa.

Selain itu, nama Mbah Priok kerap dikaitkan dengan penamaan Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di Jakarta Utara.

Nama aslinya adalah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad. Ia lahir di Palembang pada 1727.

Meski lahir di Palembang, ia merupakan keturunan Arab dari Hadramaut di Yaman Selatan, yang masuk ke Nusantara melalui Aceh.

Apabila ditelusuri silsilah Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad, ia dipercaya sebagai keturunan Nabi Muhammad. Sebelum menjadi penyiar agama Islam, ia pun pernah belajar agama ke tanah leluhurnya di Yaman.

Setelah itu, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad menjadi seorang penyiar agama Islam yang sering melakukan perjalanan ke berbagai daerah untuk berdakwah. Bahkan Mbah Priok diyakini sebagai seorang wali yang memiliki kedekatan dengan Allah.

Wafat dalam perjalanan ke Jawa

Pada 1756, Mbah Priok bersama dengan saudaranya, Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad, menuju ke Pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam.

Namun, selama dua bulan pelayarannya, mereka harus menghadapi segala macam rintangan. Berdasarkan cerita legenda, salah satu rintangan yang harus dihadapi adalah armada Belanda yang bersenjata lengkap.

Meski dihujani meriam, perahu mereka masih dapat selamat. Namun, rintangan lain yang berupa ombak besar datang setelahnya. Semua perlengkapan yang ada di kapal pun hanyut digulung ombak, hingga hanya tersisa alat penanak nasi dan beberapa liter beras saja.

Setelah ombak pertama menyerang, ombak lebih besar kembali datang dan menghantam kapal mereka. Hal itu membuat Mbah Priok dan Habib Ali Al Haddad terseret ombak hingga ke semenanjung yang  belum bernama.

Ketika ditemukan, Mbah Priok sudah dalam kondisi tidak bernyawa. Sementara Habib Ali Al Haddad masih hidup. Jasad Mbah Priok kemudian dimakamkan tidak jauh dari tempat mayatnya ditemukan, yang ini berlokasi di Jalan Jampea No. 6, Koja, Jakarta Utara.

Untuk penanda, makam Habib Hassan diberi nisan berupa dayung dan diberi periuk di sisi makam.

Dikaitkan dengan Tanjung Priok Oleh beberapa sejarawan, nama Mbah Priok kerap dikaitkan dengan penamaan Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di Jakarta Utara. Konon, dayung yang dibuat nisan makam Mbah Priok tumbuh menjadi pohon tanjung.

Sementara periuk yang awalnya diletakkan di sisi makam hilang karena terseret ombak. Menurut sejarah, selama tiga sampai empat tahun setelah Mbah Priok dimakamkan, warga melihat periuk itu terbawa ombak kembali ke makam Habib Hasan.

Dari kisah periuk dan dayung inilah kemudian lahir nama Tanjung dan Priok, yang kemudian menjadi nama kawasan Tanjung Priok. Namun, pendapat itu telah ditentang oleh para sejarawan yang menyatakan nama Tanjung Priok telah ada sejak abad ke-16, jauh sebelum kedatangan Habib.

Nama Tanjung Priok justru terkait Aki Tirem, penghulu atau pemimpin daerah Warakas yang tersohor sebagai pembuat periuk. Sedangkan kata tanjung merujuk pada kontur tanah yang menjorok ke laut atau tanjung.

Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa Mbah Priok tidak memiliki kaitan dengan nama Pelabuhan Tanjung Priuk.

Sengketa makam Mbah Priok Pada 2010, sempat terjadi tragedi berdarah karena lokasi pemakaman Mbah Priok disengketakan oleh PT Pelabuhan Indonesia II. Oleh sebab itu, perusahaan ini meminta kepada Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta untuk membongkar makam Mbah Priok.

Untuk menindaklanjuti permintaan tersebut, dikirimlah Satpol PP oleh Pemda Jakarta ke Koja, tempat makam Mbah Priok. Warga Koja yang sudah mengeramatkan makam Mbah Priok pun berusaha menghalau mereka.

Berawal dari sinilah maka terjadi bentrok berdarah antara warga Koja dengan Satpol PP. Pada akhirnya, makam Mbah Priok tidak jadi dipindahkan dan masih banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah hingga kini.

Catatan: dari berbagai narasumber

Trending Topic

Subscribe
Notify of

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Iklan

Iklan

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA