Harian bisnis berbahasa Ibrani ‘The Marker’ pernah merilis laporan tentang pengaruh gerakan boikot produk Israel terhadap kinerja perusahaan eksportir di negara Zionis itu.
Laporan tersebut berdasarkan polling yang dilakukan lembaga Israel Union Industrialist dengan melibatkan 90 perusahaan Israel dari berbagai sektor, mulai dari perusahaan teknologi tinggi, konstruksi, tekstil dan perusahaan yang memproduksi bahan makanan.
Polling menunjukkan, 21 persen dari para eksportir Israel mengakui secara langsung terkena dampak gerakan boikot produk Israel yang pernah diserukan pada awal tahun 2009 bersamaan dengan agresi brutal Israel ke Jalur Gaza pada waktu itu.
Gerakan boikot produk Israel ini dilakukan oleh seluruh warga Palestina yang tersebar berbagai pelosok dunia, para aktivis kemanusiaan dan organisasi-organisasi perdamaian yang mengecam kekejaman Israel di Palestina.
Mereka menggelar kampanye dan aksi massa untuk menyebarluaskan gerakan boikot produk Israel sebagai bentuk protes atas tindakan sewenang-wenang Israel terhadap rakyat Palestina.
Sebagian kelompok menyerukan boikot produk Israel, kelompok lainnya hanya terbatas pada boikot produk-produk Israel yang berasal dari pemukiman-pemukiman Yahudi dan perusahaan-perusahaan yang mengambil keuntungan dari penjajahan Israel di tanah Palestina.
Para aktivis melakukan gerakan boikot terhadap Israel, terinspirasi dari gerakan menentang apartheid di Afrika Selatan pada era tahun 1980-an. Mereka mengatakan, ada kesamaan antara sistem apartheid di Afrika Selatan dan kebijakan diskriminatif yang diterapkan Israel di tanah Palestina.
Israel misalnya membuat aturan-aturan yang mendiskriminasikan warga Arab Palestina, membuat pos-pos pemeriksaan ilegal di wilayah Palestina, mengusir warga Palestina dari rumah dan tanah-tanah mereka.
“Apartheid diberlakukan dan sudah menguratakar pada rezim kolonial Israel. Rezim ini mendirikan negara hanya untuk orang-orang Yahudi baik secara de jure maupun de facto. Tindakan itu termasuk menerapkan berbagai mekanisme yang digunakan sebagai pembenaran atas praktek-praktek apartheid yang ditandai dengan pemindahan paksa populasi masyarakat setempat, penguasaan wilayah, eksploitasi sumber daya manusia, pelecehan dan pembunuhan massal,” demikian penjelasan organisasi Stop the Wall, organisasi yang menentang pembangunan tembok pemisah Israel yang dibangun di sepanjang wilayah Tepi Barat.
Sejumlah perusahaan yang diboikot adalah Motorola yang memproduksi alat pendorong roket-roket jenis M80 buatan Israel, Caterpillar yang memproduksi buldoser D9 yang digunakan Israel untuk menghancurkan rumah-rumah warga Palestina, perusahaan Connex dan Alstom yang memenangkan tender pembangunan jalur kereta cepat yang melintasi kawasan-kawasan Palestina di Yerusalem Timur.
Untuk membangun jalur kereta itu, Israel juga menggusur rumah-rumah rakyat Palestina tanpa memberikan kompensasi. Perusahaan lainnya yang diboikot adalah Agrexco, perusahaan Israel yang mengekspor buah-buahan dan sayuran dengan menggunakan merk ‘Carmel’. Buah-buahan dan sayur-sayuran itu ditanam petani Israel di tanah-tanah milik warga Palestina di Tepi Barat yang dirampas pemerintah Israel untuk dijadikan pemukiman.
Sementara itu, para petani di Israel mulai merasakan dampak boikot yang dilakukan sejumlah negara di dunia sebagai bentuk protes atas agresi keji militer Israel ke Jalur Gaza. Mereka mengatakan, sejumlah negara dan distributor dari Arab dan Eropa telah membatalkan pesanan hasil-hasil pertanian dari para petani Israel.
“Kami mengekspor buah kesemak dan karena peperangan, sejumlah negara dan distrubutor membatalkan pesanan mereka. Paket-paket buah yang siap ekspor itu kini menumpuk di gudang dan ini menyebabkan kerugian besar buat kami,” kata Giora Almagor, seorang petani buah pada surat kabar Israel Yediot Aharonot.
“Makin lama buah-buah itu menumpuk di gudang, kualitasnya akan makin menurun. Kami juga harus membayar biaya pendingin buah-buah tersebut dan biayanya cukup besar,” sambung Almagor.
Menurutnya, banyak pengapalan buah ke Yordan dibatalkan. Sejumlah negara di Skandinavia juga menyatakan membatalkan pesanan mereka akibat agresi Israel yang masih berlangsung di Jalur Gaza. Direktur Organisasi Petani Buah di Israel, ilan Eshel mengatakan, pembatalan pesanan dari negara-negara Skandinavia antara lain dilakukan importir dari Denmark, Norwegia dan Denmark.
Beberapa perusahaan Inggris juga membatalkan kesepakatan dagang dengan sejumlah perusahaan-perusahaan Israel. “Ada dua atau tiga perusahaan informasi teknologi yang menolak proposal bisnis yang diajukan perusahaan-perusahaan Israel,” kata atase perdagangan Israel di Inggris, Gil Erez.
Sejumlah penulis Inggris juga sudah banyak yang menulis artikel berisi seruan boikot produk Israel sebagai bentuk protes atas agresi Israel ke Jalur Gaza. Di Turki, persatuan kerjasama Turki mengumumkan embargo terhadap semua bentuk pembiyaan dari perusahaan Israel. Di Malaysia, para pengusaha dan pebisnis di sana sudah menyebarkan kampanye boikot produk Israel dan AS.
Petani menyesali peperangan yang dikobarkan pemerintahnya di Gaza. Para petani Israel mengkhawatirkan makin meluasnya gerakan boikot ini. “Bisnis kami berjalan lancar, sampai akhirnya perang ini terjadi. Semuanya menjadi buruk dan suara-suara yang menyerukan boikot produk Israel makin sering terdengar,” keluh Almagor.