Ribuan orang pro Palestina melakukan unjuk rasa turun ke jalan di berbagai kota seperti Los Angeles, New York, Boston, Philadelphia, dan kota-kota lainnya di seluruh Amerika Serikat. Para pengunjuk rasa pro palestina menuntut diakhirinya serangan udara mematikan Israel di Jalur Gaza.
Para pengunjuk rasa pro Palestina melambaikan tanda yang bertuliskan “Free Palestine” menutup lalu lintas di jalan utama di Los Angeles. Sementara di New York, massa berbaris melalui Brooklyn sembari meneriakkan “Bebaskan, bebaskan Palestina” dan “Dari sungai sampai ke laut, Palestina akan merdeka.”
Para pengunjuk rasa membawa plakat bertuliskan, “Bukan atas nama saya” dan “Solidaritas bersama Palestina”.
“Saya di sini karena saya ingin kehidupan warga Palestina sama dengan kehidupan orang Israel dan hari ini tidak begitu,” kata seorang pengunjuk rasa, Emraan Khan (35), seorang ahli strategi perusahaan dari Manhattan saat dia mengibarkan bendera Palestina di Brooklyn, seperti dilansir Al Jazeera, Minggu (16/5/2021).
“Ketika Anda punya negara bersenjata nuklir dan penduduk desa negara lain hanya punya batu, jelas siapa yang patut disalahkan,” tambahnya.
Alison Zambrano (20), seorang mahasiswa yang datang dari Connecticut untuk demo mengatakan: “Orang Palestina punya hak untuk hidup merdeka dan anak-anak di Gaza seharusnya tidak dibunuh.”
Warga asal Palestina, Mashhour Ahmad (73), mendesak Presiden AS Joe Biden “berhenti mendukung pembunuhan”.
“Dukung lah para korban, hentikan penindasa,” ujar Ahmad, menyebut kekerasan militer Israel terhadap warga Palestina sebagai “genosida”.
Para pengunjuk rasa pro Palestina marah atas kekerasan enam hari yang membuat 145 warga Palestina tewas di Gaza dan 10 tewas dari pihak Israel.
Beberapa jam sebelum unjuk rasa, Israel terus melakukan tindakan brutalnya di Gaza, membunuh satu keluarga yang terdiri dari 10 orang di sebuah kamp pengungsi dan menghancurkan gedung yang menjadi kantor media asing seperti Al Jazeera dan The Associated Press.
Para pemimpin Israel dan Palestina tidak menunjukkan tanda-tanda de-eskalasi, di mana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk terus bertempur di Gaza “sepanjang dibutuhkan”, sementara pemimpin Hamas Ismail Haniya mengatakan perlawanan pihaknya tidak akan berhenti.
Demo di AS juga bertepatan dengan peringatan Hari Nakba atau Bencana, yang memperingati pengusiran ratusan ribu warga Palestina saat Israel mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1948.
Di San Francisco, massa menggebuk drum dan berteriak “Palestina akan merdeka”, sementara hal yang sama juga dilakukan massa di Boston saat mereka berjalan menuju Konsulat Israel untuk New England, menutup arus lalu lintas.
Tayangan di media sosial menunjukkan para pengunjuk rasa membentangkan spanduk dengan warna bendera Palestina bertuliskan “Palestina Merdeka” sambil berdiri di atas tenda gedung tempat konsulat berada.
Di Washington, DC, ribuan pengunjuk rasa pro Palestina mengalir dari Washington Monument sampai National Archives, sementara di kota Philadelphia, pengunjuk rasa memadati Rittenhouse Square mengecam dukungan AS untuk Israel.
Korlap pengunjuk rasa di Pittsburgh, menyerukan legislator AS membatasi Israel menggunakan bantuan dari Washington.
Pengamat politik dari Institute for Policy Studies AS, Phyllis Bennis, mengungkapkan kekhawatirannya karena Biden gagal menekan Israel untuk menghentikan pembantaian di Gaza.
“Ini situasi yang sangat mirip di mana tampaknya AS memimpin Israel pada saat mereka siap untuk gencatan senjata. Dan Netanyahu telah menjelaskan bahwa dia tidak siap untuk gencatan senjata,” jelasnya kepada Al Jazeera.
Karena itu, lanjutnya, kebijakan AS ini “cukup berbahaya”.