Iklan
Iklan

Warga Kepulauan Mentawai Mengungsi ke Bukit Pasca Gempa Bumi 6,9 Magnitudo

- Advertisement -
Gempa Bumi berskala magnitudo 6,9 melanda perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Selasa (25/4) pada pukul 03.00 WIB, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG sempat mengeluarkan peringatan dini terkait potensi gelombang tsunami. Akan tetapi peringatan tsunami itu kemudian berakhir pada pukul 05.17 WIB. BMKG juga meralat keterangan sebelumnya bahwa gempa itu berskala magnitudo 7,3.

Guncangan gempa bumi berpusat sejauh 177 Km barat laut Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pada kedalaman 23 km. Guncangan tersebut dirasakan di tujuh wilayah kabupaten/kota, sebagaimana dilaporkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang dirangkum Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Di Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang menjadi lokasi paling dekat pusat gempa bumi, guncangan kuat dirasakan warga selama beberapa detik sehingga menyebabkan masyarakat panik dan keluar rumah.

Sebagian besar warga Kecamatan Siberut Barat, Kecamatan Siberut Barat Daya dan Kecamatan Siberut Utara mengungsi ke lokasi aman di dataran yang lebih tinggi dari perairan.

Berdasarkan pemantauan BPBD Kabupaten Kepulauan Mentawai hingga pukul 08.30 WIB, masyarakat di beberapa wilayah masih semuanya mengungsi, seperti di Desa Sigapona, Siberut Barat; Desa Sikabaluan, Kecamatan Siberut Utara,; kemudian di Kecamatan Siberut Barat.

Di Kota Padang, guncangan gempa bumi dirasakan kuat selama kurang lebih 30 detik. Dinding berderik, lampu gantung bergoyang dan beberapa benda yang berada di atas meja ada yang jatuh.

Saat ini sebagian masyarakat ada yang memilih mengungsi menjauhi laut.

Guncangan juga dirasakan warga di Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Hal serupa dirasakan warga di Kabupaten Nias Selatan dan Kota  Gunung Sitoli, Provinsi Sumatera Utara.

‘Warga mengungsi ke bukit’

Warga Desa Sikabaluan, Kecamatan Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, memutuskan mengungsi ke bukit di Tamairang.

“Kami sekeluarga sedang terlelap tidur karena sejak jam 10 tadi malam hujan turun. Tiba-tiba kami terjaga oleh gempa kuat. Awalnya berayun, namun beberapa detik kemudian menjadi guncangan yang cukup keras,” kata Bambang Sagurung, jurnalis Mentawaikita.com yang tinggal di Desa Sikabaluan.

Ia melihat air dalam bak mandi di kamar mandi rumahnya tumpah keluar, padahal bak mandi itu hanya terisi separuh.

Bambang dan istri serta putrinya keluar di beranda. Lima menit setelah gempa di jalan depan rumah, mereka melihat warga desa yang tinggal dari arah pantai sudah mengungsi dengan kendaraan bermotor menuju Bukit Tamairang tempat evakuasi gempa dan tsunami yang lokasinya berjarak 1 km dari rumah Bambang.

Ratusan warga yang mengungsi dengan sepeda motor dan jalan kaki sempat terhambat 15 menit menumpuk di jalan menuju Tamairang karena jalan masih licin.

“Karena kondisi hujan, kami sempat kesulitan menuju pengungsian karena badan jalan masih licin mulai dari Puskesmas hingga pengungsian Tamairang sehingga terjadi penumpukan karena warga tidak bergerak cepat agar tidak terjatuh,” tuturnya.

Saat menuju tempat evakuasi di Tamairang, Bambang dan keluarga besarnya sudah mempersiapkan tas siaga berisi baju, surat-surat, makanan, dan air minum.

Bambang memastikan rumahnya tidak mengalami kerusakan, karena menggunakan bahan baku kayu.

Sementara itu warga di Kecamatan Siberut Barat yang paling dekat dengan pusat gempa juga langsung mengungsi begitu merasakan guncangan gempa yang kuat.

Camat Siberut Barat, Job Sirirui yang dihubungi melalui telepon mengatakan semua warga masih berada di pengunsian sejak gempa melanda pukul 03.00 WIB. Warga yang mengungsi adalah warga Desa Simatalu, Desa Simalegi, dan Desa Sigapokna.

“Gempa tadi sangat kuat dirasakan, untuk sementara dari informasi kepala desa tidak ada korban jiwa, hari ini kami akan melihat kerusakan bangunan, karena pusat gempa paling dekat dengan wilayah kami,” kata Job Sirurui kepada wartawan Febrianti yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Menurutnya, jumlah warga yang bermukim di pesisir cukup banyak.

Di Desa Simatalu, 80% dari 2.000 lebih warga bermukim di pantai, begitu juga Sigapokna yang jumlah penduduknya lebih 2.000 jiwa. Sementara di Simatalu, ada sekira 500 jiwa yang tinggal di lokasi rawan bencana.

Peringatan tsunami berakhir

BMKG sebelumnya telah mengeluarkan informasi peringatan dini terkait potensi gelombang tsunami atas gempa bumi M 6,9 dari lepas pantai sebelah barat Sumatera Barat. Akan tetapi peringatan tsunami itu kemudian berakhir pada pukul 05.17 WIB.

Sementara itu BMKG juga mencatat adanya gempa bumi susulan berskala magnitudo 5 yang berpusat di 0.88 LS dan 98.52 BT pada kedalaman 12 kilometer. Gempa bumi susulan itu terjadi pada pukul 05.19 WIB atau selang dua jam setelah gempa sebelumnya.

BNPB mengimbau agar masyarakat dapat memastikan jalur evakuasi keluar dari rumah tidak terhalang oleh benda dengan ukuran besar seperti lemari, meja, kulkas dan sebagainya.

“Khusus bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, perhatikan apabila terjadi gempa bumi yang berlangsung lebih dari 30 detik, maka diharapkan untuk segera menuju ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari kemungkinan terajadinya tsunami,” kata Abdul Muhari, Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB.

Trending Topic

Subscribe
Notify of

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Iklan

Iklan

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA