Penembakan seorang jurnalis kondang berdarah Palestina-Amerika Shireen Abu Aqla saat meliput serangan Israel di kawasan pendudukan Tepi Barat kini mendapat kecaman dunia.
Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan bahwa Shireen Abu Aqla tewas setelah menderita luka berat di kepala saat ia meliput penyerbuan aparat keamanan Israel di sebuah kamp pengungsi di kota Jenin untuk stasiun televisi Al-Jazeera pada hari Rabu pagi (11/05/2022).
Al-Jazeera, yang berbasis di Qatar, mengatakan dalam sebuah pernyataan pers bahwa korespondennya itu dibunuh “dengan sengaja” dan “dengan darah dingin” oleh pasukan Israel.
Jaringan media itu juga mengutip saksi mata yang mengatakan bahwa “penembak jitu sengaja menembak Shireen Abu Aqla di kepala, meskipun perempuan itu mengenakan rompi dan helm yang jelas bertuliskan ‘pers'”.
Jenazah Abu Aqla disemayamkan di kompleks kantor presiden Palestina (Muqata’a) di Ramallah sebelum dibawa ke Yerusalem untuk dimakamkan pada Kamis (12/05/2022).
Kecaman datang dari banyak negara. AS mengecam pembunuhan jurnalis Al Jazeera itu sembari menyerukan penyelidikan. “Kami serukan adanya penyelidikan menyeluruh,” kata Deputi Juru Bicara Gedung Putih, Karen Jean-Pierre.
Sedangkan Asisten Menteri Luar Negeri Qatar, Lulwa Al-Khater, Rabu mengatakan bahwa penembakan Abu Aqla itu adalah kejahatan yang keji dan daftar panjang aksi jahat pendudukan Israel “karena mereka menembak jurnalis itu di kepalanya saat mengenakan jaket bertuliskan ‘pers.'”
Pembunuhan itu juga dikecam Kementerian Luar Negeri Mesir dan dianggap “melanggar atuan dan prinsip hukum kemanusiaan serta melecehkan kebebasan pers dan media.”
Sementara seorang juru bicara Uni Eropa, seperti diberitakan Al Jazeera, mengaku pihaknya terkejut atas pembunuhan Shireen Abu Aqla saat sedang menjalankan tugas jurnalistiknya sehingga “kami menyerukan adanya investigasi independen.”