Kudeta pemerintah sipil oleh militer Myanmar baru-baru ini terjadi ketika wabah COVID-19 melanda dunia.
Petugas kesehatan garis depan dari lebih dari 70 unit medis dan rumah sakit di seluruh Myanmar mengumumkan pemogokan pada hari Rabu, menolak bekerja untuk rezim militer. Perkembangan tersebut menimbulkan kekhawatiran baru tentang tanggapan virus corona dan program vaksinasi Myanmar, yang dimulai pada 27 Januari, beberapa hari sebelum kudeta.
“Saya sangat lega bisa mendapatkan vaksin beberapa hari lalu. Tapi masa depan kita bergantung pada bagaimana negara dijalankan. Kami tidak ingin kembali ke kegelapan setelah berada dalam terang untuk beberapa waktu,” kata seorang dokter berusia 29 tahun di Yangon yang bergabung dalam pemogokan.
Dia mengatakan petugas kesehatan “tidak ingin bekerja untuk rezim yang melancarkan kudeta militer”.
Dokter lain – juga berbicara tanpa menyebut nama – mengatakan kudeta itu akan menghancurkan moral para profesional medis.
“Kudeta militer pasti akan menurunkan motivasi ratusan ribu petugas kesehatan yang berada di garis depan perang melawan COVID-19. Relawan, terinspirasi oleh Aung San Suu Kyi, mempertaruhkan hidup mereka untuk berpartisipasi dalam penanggulangan COVID-19… Akankah banyak orang dengan senang hati mendaftarkan diri untuk menjadi relawan dengan Min Aung Hlaing yang bertanggung jawab? Saya rasa tidak,” katanya.
“Maksud kami kampanye ini menghentikan mekanisme pemerintahan ini,” kata dokter pertama itu. “Meskipun kami, para dokter medis, memprakarsai langkah tersebut, kami ingin departemen lain dari pemerintah juga berpartisipasi. Jika lebih banyak departemen yang terlibat dalam kampanye pembangkangan sipil, kami yakin mesin pemerintah akan berhenti berjalan.”
Hingga saat ini, Myanmar telah melaporkan 140.644 total kasus COVID-19 dan 3.146 kematian, meskipun kapasitas pengujian relatif rendah. Wabah tampaknya telah dikendalikan dalam beberapa pekan terakhir.
Pada bulan Oktober, November, dan awal Desember, Myanmar melaporkan sebanyak 1.500 kasus setiap hari, terkadang hingga 9 persen dari semua tes menunjukan hasil positif.
Pada bulan Januari, angka tersebut turun menjadi sekitar 300 kasus per hari, dengan angka positif yang konsisten sekitar 2-3 persen. Pada Selasa misalnya, baru ada 310 kasus baru yang diumumkan dengan rate positif 2,5 persen.
Peluncuran vaksinasi dimulai minggu lalu, dengan petugas kesehatan garis depan dan pejabat tinggi pemerintah diberi akses prioritas ke 1,5 juta dosis yang disumbangkan oleh pemerintah India.
Sebagian besar menerima suntikan pertama dari dua suntikan pada saat kudeta. Myanmar telah menandatangani perjanjian dengan India untuk membeli cukup vaksin Oxford-AstraZeneca untuk menginokulasi 15 juta orang dari populasi 55 juta.