Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menanggapi dugaan penganiayaan yang dilakukan terhadap Muhammad Kece oleh terpidana kasus suap penghapusan red notice Irjen Napoleon Bonaparte.
Anwar Abbas mengatakan pelajaran yang harus diambil dari peristiwa dugaan penganiayaan yang terjadi di Rutan Bareskrim Polri. Dia mengatakan sebagai manusia biasa dan orang yang beriman Irjen Napoleon memiliki batas kesabaran.
“Kita tahu Napoleon Bonaparte itu bukan orang sembarangan dan bukan orang yang tidak mengerti hukum tapi malah sangat-sangat mengerti bahkan beliau adalah salah seorang penegak hukum. Tapi kalau agamanya dan keimanannya dihina, diremehkan dan direndahkan, maka sebagai manusia biasa dan sebagai manusia yang beriman tentu batas kesabarannya juga ada,” ujar Anwar Abbas, Senin (20/9/2021).
Anwar menegaskan, setinggi apa pun jabatan seseorang atau sehebat apa pun pengetahuan hukumnya, kalau agamanya diganggu, maka selain rasio pemikiran, yang akan berbicara adalah keimanannya juga.
“Karena keimanannya diganggu dan diremehkan apalagi setelah melihat sikap si pelaku yang mencla-mencle dan tidak mau mengakui kesalahannya bahkan terkesan arogan serta memang punya niat tidak baik, maka Napoleon pun bertindak dengan menghajar yang bersangkutan dan karena dia sadar tindakannya itu menyalahi hukum maka dia pun mengatakan saya siap untuk menanggung risikonya kata beliau,” tambahnya.
Untuk itu, Anwar berharap pemerintah khususnya penegak hukum segera cepat tanggap dalam masalah yang menyangkut pelecehan agama. Anwar Abbas menilai sikap cepat tanggap itu penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan warga.
“Oleh karena itu dari peristiwa ini ke depan kita harus benar-benar bisa menyadari bahwa masalah agama itu sangat sensitif. Untuk itu kita mengharapkan agar negara dan para penegak hukum hendaknya benar-benar cepat tanggap bila ada masalah-masalah yang menyangkut pelecehan-pelecehan terhadap masalah agama,” pungkasnya.