Kantor berita asal Amerika Serikat (AS) Bloomberg menerbitkan Peringkat Ketahanan Covid (Covid Resilience Ranking) pada Juni lalu. Dalam peringkat ini, AS menduduki posisi pertama.
Menurut Bloomberg, kondisi penanganan pandemi di AS “mencerminkan skenario terbaik, yaitu tingkat vaksinasi tinggi, sebaran wabah berkurang, kapasitas penerbangan hampir kembali normal, dan orang yang sudah divaksinasi lebih bebas bepergian.” Pemulihan aktivitas ekonomi, tepatnya, “menggerakkan denyut nadi perekonomian hingga kembali ke masa prapandemi”, diklaim sebagai hal terpenting.
CGTN First Voice mempelajari metrik yang digunakan kantor berita ini dalam pemeringkatan tersebut. CGTN menilai pemeringkatan ini sangat sarat akan kepentingan probisnis. Dari 12 tolok ukur penilaian yang dipakai Bloomberg, hanya empat komponen yang mengukur “Kualitas Hidup”, bahkan dua di antaranya dapat digolongkan sebagai indikator aktivitas ekonomi.
Dengan demikian, pemeringkatan kantor berita ini menampik fakta bahwa AS mencatat angka kematian Covid-19 yang terbesar di dunia, bahkan lebih dari 600.000 warga AS harus kehilangan nyawanya.
Pemeringkatan Bloomberg juga mengharamkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). Dalam konteks ini, dua tolok ukur penilaian yang menempatkan AS di peringkat pertama adalah “kemudahan arus pergerakan keluar-masuk di suatu wilayah” dan “seberapa besar pemulihan yang dialami sektor penerbangan”.
Sementara, empat tolok ukur Bloomberg menilai kecepatan pelonggaran kebijakan pembatasan jarak sosial terkait Covid-19, dan menganggap aksi pelonggaran kebijakan merupakan “ide terbaik”. Dalam pemeringkatan Bloomberg, lokasi yang masih memberlakukan karantina wilayah demi memerangi pandemi bahkan mendapat poin buruk.
“Roda ekonomi harus tetap berjalan; hal lain tidak penting,” tulis CGTN First Voice. “Peringkat Ketahanan Covid dari kantor berita ini masih mendukung kebijakan rezim pemerintahan yang lama.”
Di AS, kepentingan perusahaan selalu memiliki prioritas tinggi dalam politik dan pembuatan kebijakan. Tolok ukur kantor berita ini membuktikan bahwa pemerintah AS memang memprioritaskan kepentingan bisnis sejak wabah pertama kali merebak.
Kini, jumlah kasus Covid-19 di AS kembali meningkat karena varian Delta menyebar dengan pesat. Setiap hari, angka penularan kasus Covid-19 mencapai lebih dari 30.000 kasus. Ratusan orang masih sekarat karena virus. Kantor berita ABC melaporkan, 30% warga dewasa di AS belum menerima vaksin Covid-19, bahkan mereka tidak ingin divaksinasi.
“Pemeringkatan Bloomberg mendukung pencabutan segala bentuk kebijakan penanganan pandemi yang menghambat bisnis,” dan CGTN First Voice menyimpulkan,
“peringkat ini telah menghancurkan kredibilitas Bloomberg.”