Rasuna Said dikenal sebagai Singa Betina Pergerakan Kemerdekaan Indonesia itu kini kembali dijadikan Google Doodle sebagai perayaan ulang tahunnya ke-112.
Rasuna said merupakan seorang perempuan berpengaruh terhadap isu-isu sosial, terutama hak-hak perempuan, seorang guru dan jurnalis.
Kiparahnya yang begitu besar membuat Rasuna Said diakui sebagai pahlawan nasional Indonesia. Dia menjadi wanita kesembilan yang menerima kehormatan tersebut.
Rasuna Said dilahirkan pada 14 September 1910 di Desa Panyinggahan, Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Ia merupakan keturunan bangsawan Minang. Ayahnya bernama Muhamad Said, seorang saudagar Minangkabau dan bekas aktivis pergerakan
Keluarganya adalah keluarga beragama Islam yang taat. Dia dibesarkan di rumah pamannya karena pekerjaan ayahnya yang membuat ayahnya sering tidak berada di rumah.
Tidak seperti saudara-saudaranya, dia bersekolah di sekolah agama, bukan sekuler, dan kemudian pindah ke Padang Panjang, di mana dia bersekolah di Diniyah School, yang menggabungkan mata pelajaran agama dan mata pelajaran khusus.
Pada tahun 1923, ia menjadi asisten guru di Sekolah Diniyah Putri yang baru didirikan, tetapi kembali ke kampung halamannya tiga tahun kemudian setelah sekolah itu hancur karena gempa.
Dia kemudian belajar selama dua tahun di sekolah yang terkait dengan aktivisme politik dan agama, dan menghadiri pidato yang diberikan oleh direktur sekolah tentang nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia.
Keuletan dan kecerdasannya sebagai siswa dengan cepat membuka jalan untuk menjadi asisten guru, yang memotivasi gadis-gadis muda untuk bermimpi besar.
Pada tahun 1926, Rasuna Said diundang untuk bergabung dengan Sarikat Rakyat , atau Gerakan Rakyat yang diikuti oleh Gerakan Islam pada tahun 1930 yang membawanya untuk menyelenggarakan Persatuan Muslim Indonesia (PERMI) yang kritis terhadap kolonialisme Belanda dan perlakuannya yang tidak adil terhadap perempuan.
Pada tahun 1931, Rasuna Said pindah ke Padang untuk meluncurkan divisi perempuan di PERMI. Fokusnya adalah membuka sekolah sastra untuk perempuan di seluruh Sumatera Barat.
Pada tahun 1932, Rasuna ditangkap karena berbicara menentang kekuasaan Belanda. Ribuan orang menghadiri persidangannya di Payakumbuh pada tahun 1932. Pidato pembelaannya menginspirasi dan diberikan tanpa ragu-ragu.
Pada usia 24 tahun, setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1934, Rasuna memulai karier jurnalistiknya dan menulis untuk jurnal perguruan tinggi bernama Raya. Selama beberapa tahun berikutnya, dia membuka lebih banyak sekolah untuk anak perempuan dan berbicara atas nama kelompok wanita Muslim yang tak terhitung jumlahnya.
Pada tahun 1945, setelah bekerja tanpa lelah untuk menanamkan nasionalisme dan anti-kolonialisme melalui tulisannya, Indonesia memperoleh kemerdekaannya.
Rasuna meninggal di Jakarta karena kanker payudara pada 2 November 1965. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata , Jakarta Selatan.
Pada tahun 1974, Rasuna dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas jasa-jasanya.