Iklan
Iklan

Zona Megathrust Mentawai Mulai Bergerak, BMKG Ingatkan Potensi Gempa 8,9 Magnitudo

- Advertisement -
Zona Megathrust Mentawai kembali bergerak, diawali dengan gempa yang terjadi secara berturut sejak, pukul 05.34 WIB, Senin (29/8/2022) kemudian siangnya disusul dengan gempa berkekuatan 6,4 SR, dan pada sore hari juga terjadi gempa berkekuatan 4,0 Magnitudo.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan sejarah gempa di Zona Megathrust Segmen sudah terjadi 16 gempa sejak tahun 1797.

Jumlah tersebut sebelum terjadi gempa berkekuatan M 6,7 mengguncang wilayah Nias Selatan, Sumatera Utara pada Senin (14/3/2022).

Jika ditambah dengan gempa yang terjadi pada Senin (29/8/2022) ini, gempa besar di Mentawai sedikitnya sudah terjadai 18 kali.

Diketahui, gempa bumi yang mengguncang pantai selatan Nias Selatan, Sumatera Utara, terjadi di sekitar Zona Megathrust Mentawai bagian Siberut yang menyimpan potensi gempa hingga M 8,9 dan destruktif atau merusak.

“Sejarah gempa merusak ini sebetulnya di wilayah yang terjadi di pusat gempa saat ini, telah mengalami gempa-gempa sebelumnya kurang lebih 16 kali yang tercatat mulai 1797,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.

Dwikorita menjelaskan pada 10 Februari 1797 telah terjadi gempa berkekuatan 8,5 magnitudo yang menyebabkan 300 orang meninggal dunia dan menyebabkan tsunami.

Selain itu pada 4 Februari 1971 gempa M 6,3 menyebabkan sejumlah bangunan rusak. Lalu 8 Maret 1977 gempa berkekuatan 5,5 membuat 982 rumah rusak.

8 Maret 1977 gempa berkekuatan 5,5 membuat 982 rumah serta sejumlah fasilitas umum rusak.

Lalu, pada 28 April 1979 sebanyak 64 orang meninggal, sembilan orang hilang, dan 193 rumah rusak akibat gempa bermagnitudo 5,8.

16 Februari 2004 terjadi gempa M 5,6 membuat lima orang meninggal, tujuh orang luka-luka, dan 100 rumah rusak. Hanya berselang tujuh hari,  gempa M6,0 kembali mengguncang Segmen Mentawai.

17 Desember 2006 gempa M 6,0 mengguncang dan membuat tujuh orang meninggal, 100 orang luka-luka, dan 680 rumah rusak.

Setahun berselang pada 6 Maret 2007, setidaknya 67 orang meninggal dunia dan 826 luka-luka akibat gempa M 6,3.

Lalu pada 13 September 2007 gempa berkekuatan 7,1 menyebabkan 25 meninggal dunia, 161 luka-luka, dan lebih dari 56 ribu bangunan rusak. Gempa berkekuatan 7,0 kembali mengguncang pada 25 Februari 2008.

16 Agustus 2009, gempa M 6,9 menyebabkan gelombang tsunami dan membuat sembilan orang luka-luka.

Lalu gempa lebih besar terjadi pada 30 September 2009 dengan kekuatan 7,6 membuat 1.100 meninggal dunia, 2.181 luka-luka, dan 2.650 bangunan rusak serta menyebabkan tsunami.

Pada 2010, 2014, 2017 kembali terjadi gempa dengan masing-masing magnitudo M 6,0, M 5,0, M 5,5, dan M 6,2.

Pada 2017 terjadi dua kali gempa, yakni M 5,5 pada 14 Juli dan M 6,2 pada 1 September.

“Jadi, segmen Mentawai ini nampaknya segmen yang aktif, terjadi beberapa kali gempa yang tercatat, dan hari ini terjadi di segmen Mentawai, tapi bagian Siberut,” kata dia.

Menurut dia, para pakar gempa telah memperhitungkan apabila segmen Megathrust bergerak skenario terburuknya dapat mencapai M 8,9.

“8,9 itu adalah perkiraan magnitudo yang dapat terjadi berdasarkan perhitungan panjang segmen dan kecepatan pergerakan di bidang pergeseran,” pungkasnya.

Segmen Megathrust Mentawai menjadi kawasan gempa paling diperhatikan oleh BMKG. Bahkan 200 tahun lalu, Kota Padang pernah disapu tsunami karena gempa dahsyat yang berpusat di Mentawai. Hari ini Mentawai gempa 6,6 SR. Sementara tsunami Kota Padang dulu karena gempa 8,4 SR.

Dikutip dari laman BNPB, Kota Padang punya pengalaman buruk soal gempa yang berpusat di Mentawai ini. Gempa dahsyat pernah terjadi 225 tahun lalu atau tahun 1797 dengan kekuatan 8,4 SR. Saat itu gempa terjadi malam hari pukul 22.00 WIB.

“Terjadi pada malam hari sekitar pukul 22.00 WIB dengan sumber gempa berasal dari wilayah yang kini lazim disebut sebagai Segmen Megathrust Mentawai,” tulis BNPB.

Gempa ini menyebabkan 300 orang meninggal dunia dan menyebabkan tsunami. Hanya saja tak banyak catatan tersisa akan dampak dari gempa bumi tersebut dan tsunami itu. Namun yang pasti, tsunami terjadi di Kota Padang yang berjarak 184 km dari sumber gempa.

Tsunami juga terjadi di Pulau Batu, Kabupaten Nias Selatan (antara Siberut–Nias) yang berjarak 60 km dari sumber gempa.

BNPB juga mencatat jika tsunami Padang sangat dahyat. Bahkan menyebabkan Sungai Batang Arau surut sebelum menjelang tsunami.

“Rangkaian tsunami ini terjadi hingga 3 (tiga) kali; menyebabkan Kota Padang terendam; permukiman di Air Manis luluh lantak; kurang lebih 300 jiwa meninggal dunia, sebagian ditemukan bergelantungan tersangkut di cabang pepohonan; dan ada kapal yang terbawa jauh ke daratan hingga 5.5 km. Sementara di Pulau Batu, tidak disampaikan laporan detail dampak gempabumi dan tsunami, selain bahwa tsunaminya “considerable”,” tulis BNPB lagi.

Catatan BNPB lagi, Tsunami 1797 di Padang justru lebih tinggi dibandingkan 36 tahun setelahnya saat gempa 1833 yang secara magnitude lebih besar, namun ketinggian tsunami di Padang nya justru lebih kecil (2–3 meter).

Trending Topic

Subscribe
Notify of

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Iklan

Iklan

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA